Apakah anak di bawah umur bisa dipenjara? Ketahuilah, jika usia remaja adalah usia yang masih sangat rawan dengan emosi. Itu sebabnya, banyak remaja yang sering terlibat tawuran ataupun perkelahian. Apalagi dengan berjamuran geng motor atau komunitas remaja yang saling bersaing satu sama lain. Sayangnya, persaingan itu menyebabkan adanya perkelahian. Tidak hanya itu, keberadaan media sosial juga memudahkan para remaja untuk menyebarkan berita-berita miring mengenai temannya di media sosial. Bahkan, berkembang menjadi ajang bullying terhadap anak.

Lalu, bila hal-hal seperti itu menjadi tindak pidana, mari kita lihat apakah anak yang masih di bawah umur bisa terkena kasus pidana?

Apa yang Dimaksud dengan Anak di Bawah Umur?

Terlebih dahulu mari kita kita bahas apa saja kriteria anak yang masih di bawah umur menurut hukum?

Bila merujuk pada UU no 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, pasal 1 ayat (3), disebutkan sebagai berikut.

 Anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas).

Jelas di sini, yang akan dibahas adalah anak-anak usia sekolah, dari usia 12 tahun hingga 18 tahun. Jadi, bila anak tersebut telah berusia lebih dari 18 tahun akan mengalami proses pidana layaknya orang dewasa. Lalu, merujuk pada UU no 11 Tahun 2012 Pasal 3 huruf (g) yang berbunyi sebagai berikut.

Setiap anak dalam proses peradilan pidana berhak:

g. tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat;

Sebenarnya, anak di bawah umur tidak bisa diproses secara pidana. Namun, bila ada hal-hal khusus seperti tindak kejahatan sudah dalam tahap kejahatan berat yang biasa dilakukan orang dewasa, maka tindak pidana bisa dilakukan sebagai upaya terakhir. Akan tetapi, ada batasan dalam hukumannya, seperti yang disebutkan pada UU no 11 Tahun 2012 Pasal 3 huruf (e) dan (f), sebagai berikut.

Setiap Anak dalam proses peradilan pidana berhak:

e. bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya;

f. tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup;

 Hukuman Anak di Bawah Umur

Kemudian bagaimanakan proses pidana anak di bawah umur?

Pada Pasal 5 ayat (1) UU no 11 Tahun 2012, disebutkan bila :

(1) Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif.

Kemudian, Keadilan Restoratif di sini berarti untuk penyelesaiaan perkara yang dilakukan oleh anak tersebut dilakukan dengan cara mediasi atau perundingan antara pelaku dan korban, beserta dengan keluarga mereka. Tujuannya adalah mencari penyelesaian yang adil, dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.

Untuk prosesnya sendiri lanjut disebutkan pada Pasal 5 ayat (2) dan (3) undang-undang tersebut, yaitu:

(2) Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

1. penyidikan dan penuntutan pidana Anak yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini;

2. persidangan Anak yang dilakukan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum; dan

3. pembinaan, pembimbingan, pengawasan, dan/atau pendampingan selama proses pelaksanaan pidana atau tindakan dan setelah menjalani pidana atau tindakan.

(3)  Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b wajib diupayakan      Diversi.

Diversi untuk Anak di Bawah Umur

Bila dalam sistem peradilan pidana terhadap anak di bawah umur harus menggupayakan diversi, maka hal tersebut berarti penyelesaian perkara anak yang tadinya akan dilakukan dengan proses peradilan, maka akan dialihkan dengan proses di luar peradilan pidana. Ini dikarenakan ada tujuan-tujuan tertentu yang ingin dicapai, seperti yang disebutkan dalam Pasal 6 UU no 11 Tahun 2012, sebagai berikut.

Diversi bertujuan:

1. mencapai perdamaian antara korban dan Anak;

2. menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan;

3. menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan;

4. mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan

5. menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak.

Namun, upaya diversi juga tidak bisa lepas dari beberapa ketentuan yang disebutkan dalam pasal 9 undang-undang tersebut.

Kesepakatan Diversi harus mendapatkan persetujuan korban dan/atau keluarga Anak Korban serta kesediaan Anak dan keluarganya, kecuali untuk:

1. tindak pidana yang berupa pelanggaran;

2. tindak pidana ringan;

3. tindak pidana tanpa korban; atau

4. nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat.

Jadi, apabila tingkat kejahatan anak hanyalah pidana ringan atau pelanggaran, maka kesepakatan diversi tetap dilakukan tanpa persetujuan dari pihak lain.

Jelas ya. Anak di bawah umur bisa dipenjara atau dipidanakan, tapi tergantung dari tingkatan tindak pidana yang dilakukan. Dan tentunya, tindak pidana tersebut adalah upaya terakhir yang dilakukan. Hal ini dikarenakan negara kita menganut sistem perlindungan terhadap anak. Jadi, bila seorang anak diduga melakukan tindak pidana, maka merujuk pada pasal 11 UU no 11 Tahun 2012, anak tersebut akan diikutsertakan dalam pendidikan atau dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau melakukan pelayanan terhadap masyarakat masyarakat. Untuk itu, sedari dini didik dan awasilah anak Anda agar tidak melakukan tindakan-tindakan yang akan menjeratnya dalam kasus pidana.