Apakah Anda saat ini sedang mengalami kondisi, di mana tiba-tiba rumah yang Anda tinggali sejak kecil terancam digusur karena belum bersertifikat? Ketika ditelusuri lebih jauh, ternyata rumah tersebut bersatus tanah GG (governor ground), atau tanah milik negara. Ini tentu sangat meresahkan bukan? Lalu bagaimana solusinya?
Apa Itu Tanah GG?
Permasalahan tanah GG sering terjadi di berbagai daerah. Terutama di daerah pedesaan atau kota kecil. Biasanya, masyarakat menempati bidang tanah secara turun temurun tanpa tahu bagaimana asal-usulnya. Apakah tanah itu tercatat di surat tanah tadisional yang disimpan di Kantor Desa (Buku C Desa), atau tidak? Masyarakat kemudian mengetahui bila tanah yang mereka tempati merupakan tanah GG, ketika mendapatkan peringatan penggusuran dari pemerintah setempat.
Sebenarnya tanah GG itu sendiri apa ya?
Pengertian Tanah GG
Tanah GG atau tanah negara merupakan tanah milik negara. Bila merujuk pada PP Republik Indonesia nomor 8 tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-tanah Negara, disebutkan sebagai tanah yang dikuasai penuh oleh Negara. Dasarnya, tentu Undang-undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3), dengan bunyi sebagai berikut.
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Menguasai di sini bukanlah menguasai sepenuhnya untuk menjadi kekayaan pribadi. Bentuknya adalah pengawasan ataupun pengelolaan atas fungsi tanah tersebut. Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria, Pasal 2 disebutkan :
(1) Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1 bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
(2) Hak menguasai dari negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk :
a) mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang
angkasa tersebut;
b) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;
c) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
(3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat (2) pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka berdaulat, adil dan makmur.
(4) Hak menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.
Dari sini terlihat, bila kekuasaan negara adalah untuk mengatur hubungan kepemilikan antara masyarakat dengan tanah secara hukum. Selain itu juga, untuk mengatur peruntukan atau fungsi dari tanah tersebut bagi kepentingan masyarakat.
Permasalahan Tanah GG
Permasalahan mengenai tanah GG yang sering terjadi adalah penggusuran atau sengketa. Seseorang yang mendiami tanah GG tidak memiliki hak secara legal atas tanah tersebut. Baik hak milik, hak sewa, hak guna bangunan ataupun hak guna usaha. Jadi, seseorang yang tidak memiliki hak legal itu dapat diusir sewaktu-waktu. Bakan memiliki potensi untuk bersengketa dengan pihak lain. Misalnya pada kasus yang pernah terjadi pada warga di kawasan Wonorejo, Kelurahan Cepu, Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah. Dilansir dalam www.bloranews.com tertanggal 13 Maret 2019 dengan judul POLEMIK TANAH WONOREJO, JPKP: TANAH ITU BUKAN MILIK PEMKAB BLORA! Di mana dalam kasus tersebut, warga Wonorejo Cepu ingin memperjuangkan untuk mendapatkan hak kepemilikan atas tanah yang telah mereka tempati sejak berpuluh-puluh tahun lamanya.
Warga Indonesia bisa Mengajukan Hak Milik
Sebelumnya, mari kita lihat UU RI nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria Pasal 9, yang berbunyi sebagai berikut.
(1) Hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa, dalam batas-batas ketentuan pasal 1 dan 2.
(2) Tiap-tiap warga-negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.
Mengenai hak atas tanah kemudian dijelaskan dalam Pasal 16, dengan bunyi.
(1) Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal ayat (1 ) ialah:
a) hak milik,
b) hak guna-usaha,
c) hak guna-bangunan,
d) hak pakai,
e) hak sewa,
f) hak membuka tanah,
g) hak memungut-hasil hutan,hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan Undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.
Cara Mendapatkan Hak Milik untuk Tanah GG
Sebagai warga negara Indonesia, Anda dapat mendaftarkan Hak Milik dengan mengajukan pendaftaran tanah secara sporadik. Tata caranya sendiri sudah diatur dalam Pasal 24 PP Republik Indonesia nomor 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran, disebutkan yaitu :
(1) Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya.
Jadi, dibutuhkan bukti-bukti tertulis akan kepemilikan sebelumnya. Kalau Anda tinggal di Desa, Anda bisa meminta salinan dari Buku C Desa.
Untuk pengurusan kepemilihan hak untuk tanah GG kemudian dijelaskan dalam dalam ayat (2) Pasal 24 PP RI No 24 tahun 1997.
(2) Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembuktian hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahuluan-pendahulunya, dengan syarat:
a) penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya;
b) penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.
Sudah jelas bukan? Anda dapat meminta surat keterangan dari desa. Surat itu menyatakan bila Anda telah bertempat tinggal dan menguasai secara fisik objek tanah tersebut, selama lebih dari 20 tahun. Dan Anda juga harus bisa membuktikan dengan kesaksian-kesaksian orang-orang yang bisa dipercaya, serta ada keterangan dari desa/kelurahan dari lokasi rumah tersebut. Jadi jangan ragu, bila Anda masih mendiami tanah GG, segera dapatkan hak milik untuk tempat tinggal Anda.