Di era sekarang ini, mungkin Anda sering menjumpai berbagai permasalahan di sekitar Anda. Terutama bagi yang tinggal di wilayah perkampungan/pedesaan. Seringkali terjadi permasalahan tentang batas tanah, ataupun saling klaim sebidang tanah (status hak kepemilikan atas tanah). Inilah yang menyebabkan terjadinya perselisihan. Baik perdebatan hingga sampai ke ranah pengadilan. Tidak hanya dengan tetangga, perselisihan juga bisa terjadi dengan keluarga sendiri. Untuk menghindari masalah mengenai hak kepemilikan atas tanah itulah, maka PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) dibutuhkan. 

Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah profesi yang jasanya digunakan oleh seseorang yang ingin melakukan transaksi atau perbuatan. Baik untuk balik nama sertifikat, jual beli tanah, warisan, hibah dan lainnya yang berhubungan dengan tanah. Tujuannya, agar hak milik menjadi sah secara hukum. Untuk lebih lengkapnya, yuk simak ulasan di bawah ini!

Pengertian

PPAT lahir sehubungan dengan adanya kegiatan pendaftaran tanah di Indonesia. Dirumuskan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) pasal 19 ayat 1, sebagai berikut.

Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Agar ketentuan Pasal 19 ayat 1 UUPA dapat terlaksana, maka pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah, sebagai penunjang tujuan dari diterbitkannya Undang-Undang Pokok Agraria. PP No. 10 Tahun 1961 inilah  yang pertama kali mengatur tentang peran Pejabat Pembuat Akta Tanah ini. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 19 PP No. 10 Tahun 1961 yang menyatakan sebagai berikut.

“Setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan, harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan penjabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria (selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut : penjabat).”

Penunjukan Pejabat

Pasal 19 PP No. 10 Tahun 1961 sendiri belum menjelaskan siapa saja pejabat atau orang-orang yang dapat diangkat sebagai pejabat yang mempunyai wewenang dalam membuat akta perjanjian yang dimaksud. Bahkan, belum ada aturan mengenai hak dan kewajibannya. Menteri Agraria kemudian melalui Peraturan Menteri Agraria Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Penunjukan Pejabat Yang Dimaksudkan dalam Pasal 19 PP Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah Serta Hak Dan Kewajibannya, telah mengatur pejabat-pejabat yang dimaksud, sebagaimana pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria 10/1961. Untuk itu, yang dapat diangkat sebagai PPAT, yaitu :

  1. Notaris; 
  2. Pegawai-pegawai dan bekas pegawai dalam lingkungan Departemen Agraria yang dianggap mempunyai pengetahuan yang cukup tentang peraturan-peraturan Pendaftaran Tanah dan peraturan-peraturan lainnya yang bersangkutan dengan persoalan peralihan hak atas tanah; 
  3. Para pegawai pamongpraja yang pernah melakukan tugas seorang pejabat; 
  4. Orang-orang lain yang telah lulus dalam ujian yang diadakan oleh Menteri Agraria.

Sebagai penyempurnaan, terbitlah PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah yang berlaku hingga saat ini. Mengenai jabatan PPAT, secara khusus diatur dalam PP Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Pejabatan Pembuat Akta Tanah. Di mana telah mengalami perubahan dalam PP Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan atas PP Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Peraturan tersebut menyebutkan bila PPAT merupakan Pejabat yang berfungsi membuat akta yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan hak baru atau membebankan hak atas tanah.

Macam-macam PPAT

Bila merujuk pada PP No. 24 Tahun 2016 pasal 1, maka ada (3) macam PPAT, yaitu: 

  1. Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.
  2. PPAT Sementara adalah Pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT;
  3. PPAT Khusus adalah pejabat Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas Pemerintah tertentu

Kemudian, apa saja yang membedakan antara ketiganya? Yuk, simak penjelasan sebagai berikut!

  1. PPAT diangkat oleh Menteri, sedangkan PPAT Sementara dan PPAT Khusus ditunjuk oleh Menteri yaitu sekarang Menteri Agraria.
  2. PPAT diangkat dengan memenuhi syarat yang ditentukan oleh pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998. Berbeda dengan PPAT Sementara, yang merupakan Pejabat Pemerintah. Dan PPAT Khusus adalah Pejabat dari Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.
  3. PPAT dan PPAT Sementara dalam menjalankan tugas dan kewenangan diijinkan untuk menerima honorarium yaitu setinggi-tingginya adalah 1% (satu persen) dari harga transaksi yang tercantum dalam akta. Sedangkan PPAT Khusustidak memungut biaya dalam menjalankan tugasnya. Ini telah dijelaskan dalam pasal 32 ayat 1 PP No.37 Tahun 1998.
Dasar Hukum

Untuk menjalankan jabatannya, maka PPAT memiliki dasar hukum, yaitu :

  1. Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria;
  2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan;
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 jo PP No. 24 Tahun 2016 tentang Peraturan Jabatan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah);
  5. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Lalu bila seseorang ingin menjalani profesi ini, syarat-syaratnya dijelaskan dalam PP No. 24 Tahun 2016, pasal 6 ayat 1, yaitu:  

  1. Warga Negara Indonesia; 
  2. berusia paling rendah 22 (dua puluh dua) tahun; 
  3. berkelakuan baik yang dinyatakan dengan surat keterangan yang dibuat oleh Instansi Kepolisian setempat; 
  4. tidak pemah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; 
  5. sehat jasmani dan rohani; 
  6. beriiazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan atau lulusan program pendidikan khusus PPAT yang diselenggarakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan agraria/pertanahan; 
  7. Lulus ujian yang diselenggarakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/ pertanahan; dan 
  8. telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan pada kantor PPAT paling sedikit 1 (satu) tahun, setelah lulus pendidikan kenotariatan.
Fungsi, Tugas, Wewenang, Ruang Lingkup dan Wilayah Kerja 
Fungsi

Fungsi PPAT lebih ditegaskan lagi dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah. Selain itu, juga PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menggantikan PP Nomor 10 Tahun 1961, yaitu sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta pemindahan hak atas tanah.

Tugas

Tugas dari profesi ini telah dijelaskan dalam PP No. 37 Tahun 1998 pasal 2 ayat 1 berbunyi sebagai berikut.

PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.”

Perbuatan Hukum yang dimaksud adalah : Jual Beli, Tukar Menukar, Hibah, Pemasukan kedalam perusahaan (inbreng), Pembagian Hak Bersama, Pemberian Hak Guna Bangunan / Hak Pakai atas Tanah Hak Milik, Pemberian Hak Tanggungan, Pemberian Kuasa membebankan Hak Tanggungan.

Wewenang

Untuk wewenangnya sendiri juga telah diatur dalam PP No. 37 Tahun 1998 pasal 4 ayat 1 yang berbunyi sebagai berikut. “PPAT hanya berwenang membuat akta mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di dalam daerah kerjanya.”

Ruang Lingkup dan Wilayah Kerja

Untuk ruang lingkup dan wilayah kerja / daerah kerja dapat Anda simak di dalam PP No. 24 Tahun 2016 pasal 1 ayat 8, yang berbunyi sebagai berikut.

 “Daerah kerja PPAT adalah suatu wilayah yang menunjukkan kewenangan seorang PPAT untuk membuat akta mengenai hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di dalamnya.”

Yang secara teknis, diatur dalam Pasal 12 :

  1. Daerah kerja PPAT adalah satu wilayah provinsi. 
  2. Daerah kerja PPAT Sementara dan PPAT Khusus meliputi wilayah kerjanya sebagai Pejabat Pemerintah yang menjadi dasar penunjukannya. 
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai daerah kerja PPAT diatur dengan Peraturan Menteri.

Mengenai daerah kerja sendiri, lebih lanjut dijelaskan dalam Pasal 12A, yaitu:

“PPAT mempunyai tempat kedudukan di kabupaten/kota di provinsi yang menjadi bagian dari daerah kerja.”

Batasan Jabatan

Dalam mejalankan tugasnya, profesi ini juga harus memperhatikan beberapa hal yang telah dijelaskan dalam PP No. 24 Tahun 2016 pasal 7 ayat 2 yang berbunyi : PPAT dilarang merangkap jabatan atau profesi : 

  1. advokat, konsultan atau penasehat hukum; 
  2. pegawai negeri, pegawai badan usaha milik negara, pegawai badan usaha milik daerah, pegawai swasta; 
  3. pejabat negara atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK);
  4. pimpinan pada sekolah, perguruan tinggi negeri, atau perguruan tinggi swasta;
  5. surveyor berlisensi;
  6. penilai tanah; 
  7. mediator; dan/atau 
  8. jabatan lainnya yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan.

Ingatlah untuk selalu melibatkan PPAT dalam melakukan semua transaksi yang berhubungan dengan tanah. Ingat agar hak milik Anda aman hingga diwariskan ke anak cucu nantinya.